Penemu Obat Aspirin Pertama Di dunia

Aspirin ditemukan oleh ilmuwan Jerman bernama Felix Hoffmann pada tahun 1897. Ia bekerja untuk perusahaan farmasi Bayer saat itu. Hoffmann berhasil mengembangkan sintesis asetil salisilat asam yang lebih mudah ditoleransi oleh tubuh. Asam salisilat, senyawa yang menjadi dasar aspirin, sebenarnya telah digunakan berabad-abad sebelumnya dalam bentuk salisilat alamiah yang ditemukan dalam tanaman seperti willow (pohon salix) dan meadowsweet, untuk meredakan nyeri dan demam. Aspirin berhasil dipatenkan oleh Bayer dan segera menjadi obat yang populer di seluruh dunia.

Setelah penemuan aspirin oleh Felix Hoffmann dan dipatenkan oleh Bayer pada tahun 1899, obat ini mulai dikomersilkan di seluruh dunia. Aspirin pertama kali dijual dalam bentuk bubuk dan nantinya tersedia dalam bentuk tablet yang lebih praktis.

Sepanjang abad ke-20, aspirin terus menjadi obat yang populer karena khasiatnya dalam meredakan nyeri, menurunkan demam, dan mengurangi peradangan. Popularitas aspirin sebenarnya sempat menurun dengan diintroduksinya obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) baru, seperti ibuprofen dan naproxen. Namun, selama beberapa dekade terakhir, aspirin kembali menarik perhatian para peneliti.

Pada tahun 1980-an dan 1990-an, studi klinis menjelaskan manfaat aspirin dalam kaitannya dengan pencegahan serangan jantung dan stroke. Kini, aspirin sering diresepkan sebagai pengobatan jangka panjang untuk mengurangi risiko serangan jantung dan stroke serta mencegah pembentukan gumpalan darah pada individu yang berisiko tinggi.

Hingga saat ini, aspirin masih menjadi obat yang luas digunakan di seluruh dunia dan terus menjadi subjek penelitian untuk berbagai kondisi lain, seperti pencegahan kanker dan demensia. Aspirin telah menjadi salah satu obat paling penting dalam sejarah farmasi dan medis.
Meskipun aspirin telah membuktikan efektivitasnya dalam mengobati berbagai kondisi, seperti nyeri, demam, peradangan, dan bahkan dalam pencegahan penyakit kardiovaskular serta beberapa jenis kanker, obat ini juga memiliki efek samping yang perlu diperhatikan.

Beberapa efek samping yang umum diketahui termasuk perdarahan gastrointestinal, yang disebabkan oleh efek aspirin pada lapisan lambung dan kecenderungan untuk mengencerkan darah. Berhubungan dengan permasalahan ini, ada kondisi yang disebut sindrom Reye, yang merupakan komplikasi langka namun serius yang dapat terjadi pada anak-anak dan remaja yang menggunakan aspirin untuk mengobati gejala virus, seperti flu atau cacar air. Sindrom Reye menyebabkan pembengkakan pada hati dan otak serta dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, aspirin tidak dianjurkan untuk anak-anak kecuali dianjurkan oleh dokter.

Aspirin juga dapat menyebabkan alergi atau reaksi hipersensitivitas pada beberapa individu, termasuk sesak napas, ruam kulit, dan pembengkakan pada wajah, bibir, atau tenggorokan.

Untuk mengurangi risiko efek samping, dosis aspirin rendah (biasanya 75-100 mg per hari) sering digunakan untuk pencegahan jangka panjang penyakit kardiovaskular, dibandingkan dengan dosis yang lebih tinggi yang digunakan untuk mengobati nyeri dan peradangan.

Meskipun aspirin masih digunakan secara luas, penelitian dan pengembangan obat terus berlanjut untuk menemukan solusi yang lebih efektif dan memiliki efek samping yang lebih sedikit untuk mengatasi aneka penyakit dan kondisi yang sama. Aspirin akan terus menjadi fondasi penting dalam sejarah medis, sebagai contoh bagaimana obat sederhana yang berasal dari tanaman alami dapat memiliki dampak yang sangat besar pada kesehatan dan kesejahteraan umat manusia.

Komentar